Headlines News :
Home » » JENDERAL SUDIRMAN ( 1916-1950)

JENDERAL SUDIRMAN ( 1916-1950)

Written By Admin on Minggu, 22 Agustus 2010 | 09.29

      Tubuhnya yang kuras akibat penyakit paru-paru yang diidapnya tidak mematahkan semangat juangnya. Itulah Panglima Besar Jendral Sudirman yang dilahirkan di Bodas Karangjati, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916. Keterlibatannya dalam perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan memiliki sejarah yang panjang.

Seorang Guru
     Setamat sekolah dasar (HIS) di Purwokerto, ia meneruskan pendidikannya di Taman Siswa dan Sekolah Guru Muhammadiyah namun tidak tamat. Sudirman kemudian mengajar di salah satu sekolah Muhammadiyah di Cilacap, sekaligus aktif di organisasi tersebut Di samping aktif dalam organisasi itu, Sudirman masih meluangkan waktu untuk mengikuti gerakan kepanduan dengan disiplin organisasi yang keras.
Aktivitasnya dalam dunia pendidikan berlanjut sampai Zaman Jepang. Kesulitan ekonomi selama pendudukan Jepang mendorongnya untuk mendirikan koperasi sebagai usaha menghindari bahaya kelaparan di kalangan rakyat. Hal itu pula yang menyebabkan dia diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Karesidenan Banyumas. Rupanya, dunia pendidikan belum memuaskan hatinya sehingga ia mengikuti pendidikan PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Setamat pendidikan militer itu, ia diangkat sebagai Komandan Batalyon. di Kroya.
     Dalam kapasitasnya sebagai komandan itu, ia seringkali berselisih paham dan bertengkar dengan perwira-perwira Jepang, atasan-atasannya. Hal itu dapat terjadi karena Sudirman mencela tindakan dan perilaku sewenang-wenang tentara pendudukan itu. Protes-protesnya terhadap tentara Jepang menyebabkan jiwanya terancam. Hampir saja dia dibunuh karena tindakannya itu namun selamat karena penyerahan Jepang terhadap Sekutu dan diumumkannya Proklamasi Kemerdekaan RI.

Tentara Sejati
     Negara RI yang masih muda memerlukan tentara untuk menjaga keamanan nasionalnya. Untuk itu dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sudirman diangkat sebagai Panglima Divisi V Banyumas dengan pangkat kolonel. Ketika Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas, gugur dalam pertempuran melawan tentara Inggris dan Sekutu, Kolonel Sudirman turun langsung ke medan pertempuran Ambarawa. Kehadiran kolonel yang berkharisma itu memberi semangat baru kepada pasukan TKR. Di bawah kepemimpinannya, TKR berhasil menghalau pasukan Inggris dari Ambarawa setelah pertempuran sengit selama empat hari. Pertempuran itu kemudian dikenal sebagai "Palagan Ambarawa". Pada tanggal 12 November 1945 dalam konperensi TKR di Yogyakarta, Sudirman diangkat sebagai Panglima Besar TKR sedangkan Kepala Stafnya dipilih Oerip Soemohardjo. Pada tanggal 18 Desember 1945 pemerintah melantik Kolonel Sudirman dalam jabatan itu dengan pangkat Jendral. Pada tanggal 3 Juni 1947 pemerintah RI mengukuhkan TKR menjadi TNI dengan pimpinan tertinggi di bawah Jendral Sudirman.

Antara Militer dan Diplomasi
     "Saya minta dengan sangat agar Bung Karno turut menyingkir. Rencana saya hendak meninggalkan kota ini dan masuk hutan. Ikutlah Bung Karno dengan saya". Itulah ajakan Jendral Sudirman kepada 'Presiden RI, tetapi Bung Karno tetap ingin tinggal di kota meneruskan perjuangan diplomasi.
     Dalam rapat kabinet, ada dua pendapat dalam strategi perjuangan bangsa menghadapi serangan Belanda. Jendral Sudirman dan pihak militer bersikeras dengan perjuangan fisik sementara Bung Karno dan Bung Hatta tetap pada pendiriannya dengan strategi diplomasi.
     Kabinet memutuskan agar Jendral Sudirman meneruskan perjuangan gerilya dan Presiden tinggal di kota dan melanjutkan perjuangan diplomasi. Hal itu terjadi ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II (1948-1949) dengan menguasai Yogyakarta, Ibu Kota RI dan menawan Presiden dan Wakil Presiden serta para pemimpin lainnya.
Walaupun keadaan kesehatannya terganggu, ia mampu bergerilya masuk hutan dan mendaki gunung selama 7 bulan. Strategi militer dan diplomasi sangatjitu untuk memaksa Belanda mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Penyakitnya makin parah karena tidak tersedianya obat dan makanan yang memadai selama perang. Setelah perang berakhir, ia jatuh sakit meskipun kepemimpinannva sangat dinantikan selurah jajaran militer. Jendral Sudirman wafat di Magelang pada tanggal 29 Januari 1950 dan jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Moslem Template | Moslem Channel
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Tip Trik Facebook dan Blog - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Moslem Channel